Rabu, 13 November 2019 - 07:59 WIB
Oleh : Prof. Dr. Wim Poli
(Guru Besar Fak.Ekonomi Universitas Hasanuddin)
Setiap orang, yang mengaku dirinya beragama, mempunyai ciri keberagamaan individual, yang tidak harus sama dengan keberagamaan orang lain. Dari mana datangnya lintah? Datangnya dari pengalaman masa lalu, yang mungkin sekali berbeda antar-individu, yang menjadi acuan untuk menanggapi masa kini, menuju masa depan.
Pertama, sumber keberagamaan seseorang adalah pengetahuan yang diperolehnya dari orang lain sejak usia dini di lingkungannya. Pengetahuan itu dinamakan “knowledge by description.” Kedua, pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri - juga sejak usia dini di lingkungannya - yang dinamakan “knowledge by experience.” Pengetahuan kedua ini mungkin memperkuat pengetahuan pertama, atau berpeluang mengubahnya, jika keduanya bertentangan.
Ketiga, keyakinan yang dipilih secara sadar sebagai hasil pengolahan kedua pengetahuan yang pertama. Keyakinan individual ini mungkin tidak sama dengan keyakinan individual orang lain.
Dapatlah dirumuskan bahwa Agama Individual (AI) = (x + y + z), di mana x adalah “knowledge by description”, y adalah “knowledge by experience,” dan z adalah keyakinan. Pertanyaan yang menggelitik ialah: Apakah ada kemungkinan AI berubah, dalam jangka pendek dan jangka panjang? Faktor-faktor penyebab perubahan paradigma?
Salah satu karya yang menarik tentang terbentuknya dan ketahanan Agama Individual seseorang adalah dari Gordon W. Allport, yang berjudul “The Individual and His Religion” (1967).
Renungan: Pilihan individual seseorang tentang keberagamaannya tidak perlu dipertentangkan kebenarannya dengan pilihan individual orang lain, di dalam masyarakat yang kian majemuk di Abad XXI. Di mana posisiku dan apa perananku?
Laporan | : | Saudagar News |
Editor | : | Putra Aji Saputra |