Sabtu, 21 April 2018 - 18:51 WIB
Saudagarnews.id, Makassar - Dunia pendidikan sampai saat ini masih mengalami “panas dingin” disebabkan dari pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, namun kenyataannya tidak seperti itu. Manusia menganggap dirinya berpendidikan tapi tanpa etika padahal ini haruslah berjalan beriringan, ketika manusis merasa terdidik maka sepatutnya ia memiliki etika yang baik. Hanya saja, kepribadian manusia cenderung naik turun, plin-plan dan berubah-ubah.
Khususnya di Indonesia, pendidikan dianggap menghasilkan “pengangguran”. Mengapa demikian? Karena pendidikan yang diberikan ternyata hanya untuk menciptakan pengangguran, dengan kata lain setelah melewati jenjang pendidikan. Lulus. Maka bertambahlah tingkat pengangguran di Indonesia.
Peserta didik tidak beripikir “cerdas” sehingga hanya menjadi manusia tanpa masa depan. Mereka hanya menganggap pendidikan sebagai alat untuk memeroleh title belaka. Sehingga menjadikan pendidikan sebagai bahan yang bisa dipermainkan, masuk dengan jalur yang “haram” dalam artian menghalalkan segala cara tanpa memerhatikan kemampuan sendiri. Pada akhirnya, menunda rezeki orang-orang yang serius dan berkorban lebih besar.
Musababnya, model pendidikan kini telah diikat zaman yang modern dan peserta didik larut dan lupa bersikap kritis terhadap zamannya. Peserta didik sebagai objek dengan tangan terbuka menerima kehadiran zaman dengan fenomena yang justru bertolak belakang visi humanisasi, akibatnya peserta didik tercerabut dari akar-akar budayanya dan mulai mencontoh dunia Timur/Asia. Kaum muda zaman ini begitu antusias dengan hal-hal yang berbau Barat, membuat pendidikan di Indonesia terlebur di “Kebudayaan Asia”, apalagi Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional.
Bukan bermaksud anti-Barat. Tapi justru hendak mengajak masyarakat agar mampu melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan. Mampukah kita sebagai manusia yang sudah dianggap serba salah ini, menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk peserta didik yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya. Terpenting adalah, peserta didik sebagai penerus bangsa mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain.
Apa solusinya?
Tentunya dengan tetap membuat peserta didik sebagai generasi yang modern tapi tak lepas dari budayanya, mengingatnya dan menjadikannya sebagai pegangan, sebab budaya tak boleh dilepaskan meski dunia modern sudah menyisir zaman. Pola pengajaran harus tetap berjalan dengan baik, dengan mengajak peserta didik masuk ke dalam zaman yang modern ini dengan cara elegant. Mereka tanpa perlu dipaksa, namun mereka sendiri yang memohon-mohon kepada pendidik untuk ikut dengan cara yang ingin diterapkan. Lalu seperti apa? Pendidik harus mampu berpikir cerdas, menyeimbangkan antara keinginan peserta didik dan kebutuhan pendidikan.
Kini, zaman semakin modern tentunya kemudahan juga terus dihadirkan. Jadikan proses belajar mengajar itu asik, tak monoton dan mengikuti zaman. Dengan memberikan video pembelajaran kepada masing-masing peserta didik yang bisa diotontonnya melalui smartphone. Maka tak hanya di sekolah, bahkan di rumah dan di mana pun peserta didik berada ia bisa belajar dengan baik.
Pendidik menciptakan sebuah terobosan baru bahwa belajar tak harus di dalam kelas dan memerhatikan penjelasan guru yang berdiri di depan papan tulis selama berjam-jam. Tapi belajar bisa dilakukan di tempat yang tak disangka-sangka, misalnya taman, kantin, apalagi di rumah. Sisipkan sebuah video yang beraroma pelajaran dan bersikap yang baik. Beri pengawasan yang baik, seperti pendidik bisa membuat grup WhatsApp untuk mengontrol apakah peserta didik sudah menonton videonya dan melaporkan satu kesimpulan yang ia tangkap dari video tontonanya, One Day One Conclusion. Usahakan peserta didik mampu bersikap disiplin dalam melaporkan kesimpulan. Pendidikpun harus konsisten dan membuat komitmen bersama.
Dengan adanya solusi ini diharapkan pendidikan di Indonesia dapat tetap ada meski zaman berubah. Agar negara Indonesia dapat menciptakan generasi-generasi baru yang ber-SDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.
Laporan | : | Sutriani |
Editor | : | Sulfikar |